Thursday, August 24, 2017

Jelajah LAOS (Luang Prabang & Vientiane): GENERAL



for more pictures, please check my Instagram @harry_mdj

Sekitar tahun 2012 atau 2013, seorang teman baik bernama Dina Rosita (yupe, Dina @duaransel) mengirimkan sebuah post card dengan gambar sebuah dhammasala (aula berdoa bagi umat Buddha Theravada) yang dipenuhi oleh para Bhante (Bhikkhu/Biksu) yang terlihat sedang mengalunkan puja.

Gue ingat banget, waktu itu Dina sedang mengadakan kuis atau apa gitu, dengan hadiah kiriman post card langsung dari Luang Prabang, Laos. Gue kebetulan ga ikutan kuisnya dan ingat Dina berucap (kurang lebih), “Har kamu emang ga ikutan kuis, tapi aku kirimin post card nih. Pas lihat kartu pos itu, kok tetiba ingat kamu.” Gue menerima post card itu setelah beberapa lama, gembira dan sempat menempel post card tersebut untuk waktu yang lama di dinding kubikel gue di kantor.

Layaknya sebuah ramalan yang terkabul, scenery dalam kartu pos itu akhirnya gue saksikan dan rasakan dengan mata telanjang gue pada tanggal 13 Agustus 2017 ini. Dhammasala dari Wat Xieng Thong, yang meski tanpa para Bhikkhu, masih sama scenery-nya dengan kartu pos yang gue terima dari Dina beberapa tahun yang lalu. Dan inilah catatan gue selama Jelajah cepat Laos. Yupe, bukan cerita, tapi catatan kecil.

Note: semua catatan bisa saja tidak valid setelah masa waktu tertentu. Catatan ini murni pada apa yang terjadi saat hari kunjungan gue.

***
ALL ABOUT LAOS (GENERAL)
***

Negara Tujuan
LAOS atau Republik Demokratik Rakyat Laos (Laos PDR) adalah sebuah negara di Asia Tenggara yang berbatasan langsung (dikelilingi) dengan China, Vietnam, Kamboja dan Thailand. Negara yang terkenal dengan julukan Negeri Seribu Gajah ini bergabung dengan ASEAN pada tahun 1997. Laos adalah negara satu partai (Komunis) dengan Bahasa Laos sebagai Bahasa Resmi Negara. Laos menggunakan mata uang Kip (LAK) dengan nilai LAK 1 = IDR 1,6.

Laos dulunya adalah negara monarki/kerajaan yang pada abad 14 sampai dengan abad 16 dikenal dengan Kerajaan Lan Xang. Setelah lama berkonflik dengan Kerajaan Siam dan dijajah oleh Perancis, Monarki Laos lengser dan menjadi negara republik dengan Presiden dan Perdana Mentri sebagai pucuk pimpinan negara.

Penduduk Laos terdiri dari 5 suku besar dengan agama mayoritas Buddha Theravada yang berpengaruh besar pada kebudayaan Laos, khususnya pada bahasa, tari, sastra, musik. Meski Laos adalah Negara Komunis tetapi penduduknya sangat taat pada Agama Buddha dan masih menjunjung tinggi adat istiadat.

Sektor pariwisata adalah industri dengan pertumbuhan paling cepat di Laos, meski belum sepopuler negara-negara Asia Tenggara lainnya. Dari pengamatan gue, turis didominasi oleh turis dari China (they are everywhere, right), Korea dan Westros (istilah ala-ala GOT). Penggunaan Bahasa Inggris sangat minim di Laos, terutama ketika menjauhi pusat-pusat pariwisata. 

Bentuk Negara Laos
Kota Tujuan
Kali ini gue dan teman seperjalanan hanya akan mengunjungi salah dua dari kota-kota terkenal di daratan Laos, yaitu Luang Prabang dan Vientiane.

Luang Prabang adalah sebuah kota kecil yang dialiri oleh Sungai Mekong dan Sungai Nam Khan. Laung Prabang adalah salah satu kota yang menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO dan merupakan bekas Ibukota Kerajaan Laos hingga Pemerintahan Komunis mengambilalih pada tahun 1975.

Definitely Luang Prabang salah satu kota ekcil favorite gue
Vientiane adalah ibukota Negara Laos saat ini yang terletak di Lembah Mekong dan merupakan kota terbesar di Laos dengan penduduk mencapai 723 ribu jiwa (sensus 2005). Biaya hidup di Vientiane surprisingly jauh lebih murah daripada di Luang Prabang. Hal ini dipicu dengan kemungkinan lebih banyak turis di Luang Prabang dan Vientiane berbatasan langsung dengan Thailand yang memasok banyak barang kebutuhan sehari-hari ke Laos.

Kota Vientiane dari Patuxai
Airlines
Kali ini gue dan seorang teman seperjalanan menggunakan 3 maskapai sekaligus dengan rute sebagai berikut:
1.     Jakarta (SoettaIA) ke Kuala Lumpur (KLIA) dengan menggunakan KLM Royal Dutch Airlines
2.     Kuala Lumpur (KLIA2) ke Luang Prabang (LPIA) dengan menggunakan Air Asia Airlines
3.     Luang Prabang (LPIA) ke Vientiane (WIA) dengan menggunakan Lao Airlines
4.     Vientiane (WIA) ke Kuala Lumpur (KLIA2) dengan menggunakan Air Asia Airlines
5.     Kuala Lumpur (KLIA) ke Jakarta (SoettaIA) dengan menggunakan KLM Royal Dutch Airlines

Untuk 5 penerbangan ini gue menghabiskan biaya total Rp 3,3 juta. Untuk hari dan nomor penerbangan silakan lihat Itinerary lengkapnya di Itinerary & Realisasi Biaya

Pesawat ATR Lao Airlines yang menerbangkan kami dari Luang Prabang ke Vientiane

Airport & Local Transportation
Airport di Luang Prabang bernama Luang Prabang International Airport (LPIA). Airport-nya sangat kecil, dilengkapi dengan beberapa toko souvenir dan café baik di area kedatangan, area check in maupun di boarding lounge.

Gate Departure (begitu juga dengan Arrival) baik untuk domestic maupun international terletak di tempat yang sama, hanya counter document check-nya saja yang berbeda (bersebelahan).

Turun dari pesawat di Lt 2, turun tangga ke Lt 1 langsung Immigration, bersambung langsung conveyor baggage.

Aiport di Vientiane bernama Wattay International Airport (WIA). Airport-nya juga cukup kecil dengan pengembangan yang sedang dalam pengerjaan. Untuk saat kunjungan gue terdapat temporary airport building yang kecil yang tidak terlalu beda jauh dengan LPIA

Counter check in baik International maupun domestic.
2 airport ini terletak tidak jauh dari pusat kota masing-masing. Sekitar 15 menit saja berkendara dengan taxi atau tuk-tuk dari pusat kota.

Tuk-tuk
Tuk-tuk di Laos memiliki bentuk yang sedikit berdeda dengan tuk-tuk di Thailand. Kendaraan umum ini merupakan alternative menjelajah obyek-obyek wisata baik di Luang Prabang maupun Vientiane.

Tuk-tuk di Laos biasanya menentukan harga dari jarak dan jumlah penumpang. Jadi biaya tuk-tuk untuk rombongan 3 orang akan berbeda dengan rombongan 4 orang, meski tuk-tuknya sebenarnya muat hingga 6 sampai dengan 8 orang. Di Vientiane bahkan beberapa tuk-tuk bergabung dengan Tuk Tuk Association of Vientiane Capital yang mempunyai harga resmi ke beberapa tempat wisata di Vientiane.


Tuk-tuk yang tergabung dalam Asosiasi punya ini di Tuk-tuk-nya.
Taxi (Big Sharing) biasanya adalah sebuah mobil besar (semacam mobil elf) yang muat hingga banyak orang. Taxi jenis ini gue temuin di LPIA. Bangunan LPIA memang tidak jauh dari jalan raya, tetapi memang tidak tampak satu tuk-tuk pun yang lewat atau mangkal dan akhirnya kami mengikuti arus turis lain yang menggunakan jasa taxi resmi bandara ini. Di LPIA harga dan tujuan dibedakan menjadi urban dan suburb. Biayanya pun tergantung dari jumlah rombongan (seperti tuk-tuk). Kami membayar 50ribu kip untuk berdua (tariff resmi untuk rombongan 1 sd. 3 orang) dari LPIA ke hostel kami yang berjarak 6 km-an. Karena ini taxi sharing, maka jangan kaget jika terdapat rombongan lain di mobil yang sama.

Taxi seperti pada umumnya taxi tetapi tanpa argo dan harga ditetapkan dari kesepakatan bersama. Taxi di WIA adalah taxi personal (bukan sharing) dan menggunakan mobil sedan seperti taxi pada umumnya. Sekali lagi kami tidak melihat satu tuk-tuk pun yang lewat atau mangkal di jalan raya yang sangat dekat jaraknya dengan bangunan WIA. Jasa taxi bandara memungut biaya 57ribu kip (tariff resmi untuk rombongan 1 sd. 3 orang) dari WIA ke hotel kami yang berjarak 5 km-an.

Untuk lengkapnya silakan cek Realisasi biaya saya selama Jelajah Laos di Itinerary & Realisasi Biaya

Public Bus gue gunakan saat di Vientiane menuju ke sebuah obyek wisata yang jauh dari kota, yaitu Buddha Park. Alternatif bus jelas membantu pengiritan yang sangat significant. Biaya dari Vientiane Capital Bus Station (VCBS) yang berada di tengah kota ke Buddha Park sekali jalan adalah 6ribu kip (PP 12ribu Kip per orang, dengan masa sekali tempuh kurang dari 1 jam), sedangkan jika dengan tuk-tuk resmi, PP biayanya mencapai 250ribu kip untuk maksimal 3 penumpang (dengan masa tempuh yang hampir sama).

Bus umum di Vientiane sangat nyaman karena bersih dan ber-AC. Bus-bus umum ini memiliki 2 nomor. 3 digit adalah nomor lambung bus yang tercetak pada badan bus (entah untuk apa gunanya) dan nomor 2 digit yang tertempel di bagian depan kaca pengemudi bus. Nomor 2 digit inilah yang valid untuk menentukan tujuan kita. Sebagai contoh, kami akan ke Buddha Park, yang mana harus naik Bus 14. Nomor tujuan 14 hanya bisa dilihat di kaca bagian depan pengemudi bus. Sedangkan nomor pada badan Bus 14, tercetak nomor 163. Jangan sampai terkecoh.
Dalam bus umum
Hotel
Philaylack Villa 1 – Luang Prabang adalah sebuah hostel yang terletak di Rue (jalan) Ban Van That. Letak hostel sangat ideal menurut gue karena tidak terlalu ramai dan walkable ke obyek-obyek wisata. Untuk melihat dan berpartisipasi dalam ritual pagi Alms Giving Ceremony juga tinggal jalan tidak lebih dari 2 menit.

Sebuah kamar dengan double bed di Philaylack kami dapatkan dengan harga USD 15 per malam untuk 2 orang (tidak termasuk breakfast, free wifi, free towel & toiletries). Kamarnya luas ber-AC dengan kamar mandi dalam yang luas dan bersih. Keseluruhan hotel berdinding bata dan berlantai alas kayu. Segala jenis alas kaki tidak diperkenakan dipakai selama dalam bangunan hostel (lantai kayunya bersih kok). Semua alas kaki ditinggalkan di depan pintu masuk (aman kok dan jika malam oleh penjaga hostel semua alas kaki akan dimasukan ke dalam ruang tamu).

Staff hostelnya juga baik-baik dan very helpful. Peta Luang Prabang dapat dibeli di hostel ini dengan harga 10ribu kip. Di Luang Prabang saat gue berkunjung tidak ada peta gratis, jadi harus beli atau bisa saja menggunakan Google Maps jika mobile data on.

Philaylack's Facade
Manorom Boutique Hotel – Vientiane adalah sebuah hotel 7 tingkat (ada lift-nya) di Rue Hengbounnoy. Letak hotel cukup strategis meski bukan pas terletak di area hotel-hotel pariwisata (yang berlokasi sekitar 500 meter saja dari Manorom). Letak Manorom juga walkable ke sebagian besar obyek-obyek wisata di Vientiane.

Sebuah kamar dengan double bed di Manorom kami dapatkan dengan harga IDR 350ribu per malam untuk 2 orang (termasuk breakfast, free wifi, free towel & toiletries). Kamarnya luas, bersih, ber-AC dengan kamar mandi dalam yang modern dan bersih. Keseluruhan hotel berdinding bata dan berlantai alas kayu.

Di Vientiane saat gue berkunjung tidak ada peta gratis, jadi harus beli atau bisa saja menggunakan Google Maps jika mobile data on. Kali gue berkunjung, pihak concierge hotel mempunyai file peta pusat kota Vientiane dan mau nge-print-in buat kami (free).
Manorom's Facade
 
***

No comments:

Post a Comment